Rabu, 11 Januari 2012

Krisis Eropa & Potensi Pasar Indonesia


Sumber: http://crackerjackfinance.com/


Dua tahun sudah gonjang-ganjing krisis Eropa berkecamuk. Berbagai upaya mulai dari pengetatan anggaran hingga pinjaman dana bailout dilakukan. Namun Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, Irlandia dan negara Euro lainnya masih saja panas dingin. Tak pelak hal ini akan sangat berpengaruh pada prospek ekonomi di seluruh kawasan pada 2012.
Banyak yang mengklaim krisis Eropa tidak akan berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia. Para ekonom optimis dengan fundamental ekonomi dan sektor financial kita yang termasuk kokoh.
Cadangan devisa kita di atas $ 100 miliar tahun ini. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sampai kuartal III/2011 sebesar 6,5%, jauh diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Eropa dan Amerika yang hanya 2%.
Dengan fundamental semacam itu, wajar saja jika banyak pihak yang tertarik menjalin kerjasama dengan Indonesia. Tahun ini saja AS dengan gigih mendorong terwujudnya Trans-Pasifik sebagai areal perdagangan AS dengan negara-negara Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) terutama Indonesia. Sebelumnya, Indonesia juga sudah meneken perjanjian Free Trade Agreement (FTA) Asean-China pada 2010.
Kerjasama semacam ini tentu akan sangat sangat berpengaruh bagi ekonomi seluruh kawasan. China sebagai eksportir terbesar di dunia tentu sangat terpukul atas apa yang terjadi di Eropa. Ekspornya jatuh ke level terendah sejak 2009, sementara pertumbuhan ekonominya melambat hingga 9,1%.
Tingginya tingkat konsumsi dan jumlah penduduk Indonesia tentu menjadi pasar yang menggiurkan. China dan AS yang bertumpu pada ekspor tentu akan lebih fokus untuk menggempur pasar Indonesia. Meski BPS merilis neraca perdangan Indonesia-China surplus hingga $ 106,9 juta pada Oktober lalu, kita tentu tidak akan lupa bahwa per Maret 2011 defisit perdagangan kita mencapai $ 668 juta.
Yang paling mengkhawatirkan tentu saja sektor pertanian yang nampaknya masih mengandalkan impor. Tahun 2011 memang dipenuhi dengan gejolak impor kentang, beras, gula hingga garam yang begitu mengejutkan. Sungguh sebuah ironi dimana 70% luas wilayah Indonesia adalah lautan justru harus mengimpor garam dari negri tetangga.
Dengan potensi perdagangan bebas yang semakin besar, kita pantas khawatir dengan kinerja industri dalam negri kita yang agak terseok-seok. Ketidakpastian krisis Eropa harus diantisipasi dengan memperkuat industri dalam negeri. Sebab, produk China dan AS akan menggilas pasar dalam negri jika hanya terpaku pada data-data fundamental ekonomi.

0 komentar:

Posting Komentar