Kamis, 26 Februari 2009

Kepunahan Intelektual Anak Negeri

Sumber: www.agatestudio.com

Anak adalah aset bangsa, agama, dan tentu saja setiap orang tua. Sebab di tangan anak-anaklah terpantul masa depan umat manusia. Maka barang siapa yang mewariskan ilmu dan pengalamannya kepada sang anak, ialah pahlawan kehidupan. Sebaliknya yang bermain-main dalam mendidik buah hatinya sesungguhnya ia tengah berdiri bibir jurang.

Anak dan pendidikan adalah dua buah kata yang tidak bisa dipisahkan. Saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Saling menjaga. Semakin lebar jengkal tanah ilmu yang dilahap oleh seorang anak maka peluangnya untuk menjadi sampah masyarakat akan semakin menipis. Oleh karena itu,pendidikan seyogyanya menjadi menu utama. Tak hanya pendidikan formal yang dikomandoi oleh seorang guru namun juga pendidikan nonformal lewat tangan lembut ayah dan ibunda.

Namun yang terjadi di negeri ini berbalik 180 derajat dari apa yang dikumandangkan oleh para ahli anak diseluruh penjuru dunia. Anak dan pendidikan terpisah begitu jauh seakan tak ada celah untuk bersua. Yang marak menghiasi media-media massa adalah kasus kekerasan terhadap anak, trafficking, mahalnya biaya pendidikan, pekerja dibawah umur hingga gedung sekolah yang semakin menyalahi aturan dasar arsitektur karena dimakan usia. Tak jarang kita menyaksikan anak-anak bermental baja yang harus rela menempati kelas-kelas darurat demi menaklukkan rimba pengetahuan yang begitu kompeks.

Hati siapa yang tak akan menangis menyaksikan bocah-bocah belia mengais rupiah demi rupiah di jalan-jalan ibukoa.Bukankah saat itu adalah waktu mereka bermain dan merasakan hangatnya pelukan sang ibu? Ke manakah para punggawa negeri ini ketika keterbatasan ekonomi menjadi alasan untuk bercerai dari gemerlapnya dunia pendidikan? Memang banyak yang peduli, namun lebih banyak lagi yang menutup mata dan telinga menyaksikan elegi di tanah subur ini.

Padahal bangsa ini butuh regenerasi. Kaum tua sudah saatnya duduk menikmati hasil perjuangannya sambil memberi arahan bagi penerusnya. Namun apalah daya prospek anak-anak Indonesia begitu muram. Kemanakah ibu pertiwi akan dibawa ke depan?

Inilah tugas kita sebagai manusia. Mempersiapkan bibit-bibit unggul di masa depan bukan hanya tugas orang tua dan guru, namun juga setiap jiwa yang masih mempunyai nurani. Masa kita sekarang akan sangat berbeda dengan masa yang akan dihadapi oleh generasi penerus kita. Seleksi alam akan semakin menerjang. Realita sejarah membuktikan generasi yang tumpul hanya akan menumbuhkan komunitas yang tertindas.

Inilah waktu yang tepat untuk bergerak. Membeberkan fakta hanya akan menambah duka dan derita. Bukan lagi menjadi rahasia tentang kelas yang roboh ataupun janji pejabat tentang sekolah gratis. Memang terlaksana di kota-kota besar tentang digulirkanya sekolah gratis. Namun semua itu hanya sebatas wacana di daerah-daerah terpencil. Bukankah Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau? Bukan hanya Jakarta dan sekitarnya.

Tak perlu lagi ada perdebatan tentang apa yang harus dilakukan. Entah program subsidi silang ataupun dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Langkah apapun harus segera diambil. Sebab,anak-anak Indonesia tak lagi sanggup menunggu kepunahan intelektual yang mengintainya.