Senin, 21 November 2011

Mari Belajar Dari Pencuri..!!

Sumber: Google


Siapa yang tak kecewa, menyaksikan Kurnia Mega gagal mengangkap bola. Sepakan keras sang kapten Harimau Malaya telah mengubur impian Indonesia. Memang tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kalah di rumah sendiri di penghujung laga. Tapi itulah sepabola. Indonesia belum saatnya sesumbar menjadi juara.

Jangan salahkan Sinaga yang gagal mengeksekusi bola. Ia telah berlari bersama Bonai, Egi dan Wanggai. Kita memang kecewa, tapi mereka yang berlaga tentu lebih merana. Saat kita mengeluarkan sumpah serapah, mereka telah mengutuki diri karena kalah. Ayolah kawan,,,jangan menambah beban mereka yang menangis tersungkur ditaklukan negri tetangga.

Pertandingan di GBK malam itu menjadi pengalaman berharga. Negri yang kita anggap pencuri itu telah membungkam 200 juta asa rakyat Indonesia. Malaysia memang pencuri, tapi mereka mengajarkan kita untuk menjadi dewasa dengan mental juara.Yah,,pelajaran memang bisa didapat dari siapa saja, termasuk dari seorang pencuri.

Lihatlah mereka, 11 orang Melayu berbaju kuning itu terus berlari meski supporter Indonesia mencaci maki. Tak perduli seragam mereka disamakan dengan tai dan lagu kebangsaan mereka tidak dihormati, mereka tetap bertanding layaknya di negri sendiri. Bandingkan dengan pasukan kita yang pernah mundur dari laga akibat serangan laser supporter gila. Sekali lagi, itulah anak-anak negri yang kita anggap pencuri.

Jangan salahkan garuda muda. Mereka punya potensi meski saat ini belum terealisasi. Lihatlah Patrich Wanggai, sang putra Papua yang gayanya sudah seperti Anelka. Perhatikan juga Egi yang keeping bolanya mengingatkan kita pada sosok Xavi. Asal tidak dijahili tangan-tangan kotor politisi, percayalah suatu saat mereka akan mewujudkan mimpi negri ini.

Bagi para punggawa garuda, kalian tetap juara meski hanya menjadi yang kedua. Sepakbola bukan melulu soal piala tapi juga kerjasama, tekad dan spirit pantang menyerah. Yakinlah kalian telah melakukannya. Jika tidak, tidak mungkin stadion kebanggaan kita itu dipenuhi warna merah membara.

Kami memang rindu gelar juara. Tapi Bonai, gocekanmu telah menyihir kami. Umpan-umpanmu Egi, membahagikan kami. Dan Wanggai, kaki kidalmu telah memberikan hiburan terindah bagi kami. Sepakbola bukan hanya soal juara, tapi cukup rasa bahagia. Bravo sepakbola Indonesia,,!! mesuji

Senin, 29 Agustus 2011

Ramadhan, 29 Atau 30?

Sumber: Google


Kisruh penetapan 1 Syawal atau jatuhnya hari raya idul fitri memang menjadi hal biasa tiap tahunnya. Wajar saja, proses konversi dari kalender Hijriah ke kalender Masehi memang tidak mudah. Untuk menentukan 1 Ramadhan sebagai tolak ukur kaum muslim melaksanakan puasa serta 1 Syawal sebagai hari raya, setidaknya terdapat metode rukyat dan hisab.

Tahun ini, penetapan 1 Syawal juga tak terhindar dari perbedaan. Idul Fitri yang sejak awal digadang-gadang jatuh pada 30 Agustus 2011, harus mundur 1 hari. Dalam sidang itsbat yang berlangsung pada hari Senin (29/8), dinyatakan bahwa hilal belum terlihat di 30 titik pemantauan d Indonesia. Meskipun beberapa pihak mengklaim telah melihat hilal di Jepara dan Cakung, hasil pantauan di kedua titik ini tidak dapat mengubah keputusan pemerintah.

Tak pelak lagi, hal ini memperpanjang rekor perbedaan menyambut idul fitri di masyarakat. Umat Muhamadiyah berkomitmen bahwa 1 Syawal tetap jatuh pada 30 Agustus. Bahkan, di Sumatera Barat ada sekolompok masyarakat yang pada hari Senin 29 Agustus sudah berlebaran. Apapun itu, tentu menghargai perbedaan lebih penting dari sekedar kepercayaan masing-masing.

Penentuan lebaran tahun ini memang cukup unik. Banyak masyarakat yang terkecoh oleh tanggal merah yang sudah ditentukan pemerintah jauh hari sebelumnya. Termasuk saya sendiri, Dirumah ibu saya agak kecewa karna dari hari Senin sudah masak banyak untuk persiapan lebaran.He,,

Nah,,disini saya tidak ingin menggugat keputusan yang sudah diambil pemerintah. Saya juga tidak berniat menjelaskan tentang metode rukyat dan hisab yang membingungkan itu. Disini saya hanya ingin menyoroti hal kecil dibalik penentuan lebaran tahun ini.

Baiklah, saya ingin memulai dari pertanyaan “mengapa pemerintah sudah menetapkan 30 Agustus sebagai 1 Syawal jauh hari sebelumnya?”. Nah,,pertanyaan inilah yang mengusik saya sejak awal Ramadhan. Seperti yang kita ketahui, tanggal 1 Ramadhan 1432 H ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2011. Dalam penetapan tersebut hampir tidak ada masalah yang berarti. Artinya, dengan metode hisab, awal Ramadhan yang jatuh pada 1 Agustus memang sudah diketahhui sejak lama.

Nah,,disinilah masalahnya. Jika dari jauh-jauh hari pemerintah sudah mengetahui bahwa awal Ramadhan jatuh pada tanggal 1 Agustus, mengapa pemerintah masih menetapkan Idul Fitri pada 30 Agustus yang berarti hanya memberikan umur bulan Ramadhan tahun ini 29 hari.

Dari data-data lama yang iseng saya kumpulkan, jika kita menilik setidaknya selama tiga tahun belakangan, pemerintah selalu memberikan umur Ramadhan 30 hari. Pada tahun 2010, 1 Ramadhan 1431 H bertepatan dengan 11 Agustus. Dalam kalender resmi, 1 Syawal sudah jauh-jauh hari ditetapkan pada 10 September. Artinya, pada tahun 1341 H, bulan Ramadhan diperkirakan berumur 30 hari. Dan memang tepat.

Pada tahun 2009, 1 Ramadhan bertepatan pada 22 Agustus sedangkan 1 Syawal diperkirakan tanggal 21 September. Kembali umur Ramadhan adalah 30 hari. Sedangkan pada tahun 2008, 1 Ramadhan bertepatan dnegan tanggal 1 September dan 1 Syawal jatuh pada 1 Oktober. Lagi-lagi 30 hari. Lalu, mengapa pemerintah menetapkan umur Ramadhan tahun ini hanya 29 hari?

Memang tidak ada standar baku berapa hari umur Ramadhan sebenarnya. Namun, melihat tren beberapa tahun belakangan, nampaknya Ramadhan 30 hari adalah yang paling mungkin. Inilah yang menjadi keheranan saya sejak awal puasa.

Lalu bagaimana dengan tahun depan? Menurut perhitungan hisab, awal Ramdhan akan jatuh pada 20 Juli 2010. Sedangkan menurut versi pemerintah, 1 Syawal akan bertepatan dengan tanggal 19 Agustus 2012. Jika perhitungan hisab ini memang sudah dihitung pemerintah, maka tahun depan umur Ramadhan diperkirakan adalah 30 hari. Hmm,,kita lihat saja nanti.

Kita tentu berharap perbedaan yang terjadi tidak menghalangi nilai kemenangan idul fitri. Tulisan inipun hanyalah ulah iseng saja tanpa bermaksud mengusik kegembiraan kita setelah sebulan penuh berpuasa. Maka menyambut datangnya hari sakral ini, segala kesalahan haruslah menjadi seperti kayu bakar yang dilalap habis oleh api. Selamat mengakhiri puasa, mohon maaf atas segala kesalahan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi inspirasi menuju sukses. Selamat hari raya Idul Fitri 1432 Hijriah.

Kamis, 18 Agustus 2011

Google Cengkram Motorolla : Jalan Tol Dominasi Android

Sumber:Google


Setelah meluncurkan aplikasi situs jejaring sosial Google+ untuk menyaingi Facebook, perusahaan raksasa penyedia aplikasi layanan pencarian web asal Amerika, Google Inc kembali membuat gebrakan dengan mengakuisi perusahaan pembuat selular Motorolla Mobility Holdings Inc (15/08).
Untuk mengambil alih perusahaan tersebut, Google harus merogoh kocek hingga $ 12,5 miliyar atau sekitar $ 40 per saham. Angka tersebut merupakan premi 63% dari harga penutupan saham Motorola Mobility Jumat lalu.
“Google mengakuisisi Motorolla bukan hanya karena kekuatan Android di smartphone dan perangkat, tetapi juga untuk menjadi pemimpin pasar dalam perangkat rumah dan bisnis," ujar CEO Google Larry Page.
Tak hanya berpotensi mengembangkan aplikasi android, kini Google juga akan menguasai hak-hak paten Motorolla dalam teknologi komunikasi yang berjumlah hampir 17.000.
Sanjay Jha, CEO Motorola Mobility, mengatakan, "Transaksi ini menawarkan nilai yang signifikan bagi pemegang saham Motorola Mobility dan menyediakan kesempatan baru yang menarik bagi karyawan, pelanggan, dan mitra di seluruh dunia,”
“Kami telah berbagi kemitraan produktif dengan Google untuk memajukan platform Android, dan sekarang melalui kombinasi ini kita akan mampu berbuat lebih banyak untuk berinovasi dan memberikan solusi mobilitas yang luar biasa di seluruh perangkat mobile kami dan bisnis rumah, " tambahnya.
Android sendiri merupakan sistem operasi handphone yang berbasis linux. Android yang saat ini dikembangkan oleh Google pada awalnya dimiliki oleh Android Inc, sebuah perusahaan pembuat software handphone yang yang berbasis di California. Pada bulan Juni tahun 2000, Google dan Android Inc mulai menjajaki kerjasama untuk mengembangkan sistem operasi tersebut.
Perkembangan selanjutnya, kemudian dibentuklah Open Handset Alliance (OHA), konsorsium dari 34 perusahaan pembuat software, hardware dan telekomunikasi diantaranya Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile, dan Nvidia. Konsorsium ini bertugas mengembangkan Android agar siap dipasarkan. Akhirnya, pada 22 Oktober 2008 diluncurkanlah ponsel berbasis Android pertama di dunia, HTC Dream.
Saat ini, Android yang sudah digunakan secara luas oleh vendor terkenal seperti Samsung , Sony Ericsson, HTC, Nexus dan Motorolla bersaing ketat dengan system operasi lainnya seperti Symbian milik Nokia, iOS milik Apple dan BlackBerry.
Sementara itu, sebelumnya saat konferensi Google I/O pada bulan Mei 2011, Google telah memperkenalkan konsep pengembangan perangkat-perangkat rumah berbasis Android.
"Kami membayangkan semua yang ada di dalam rumah adalah aksesori. Android menjadi sistem operasi untuk rumah Anda," kata Joe Britt, Direktur Teknik Google.
Dengan langkah akuisisi ini, Google tidak hanya akan mengembangkan Android sebagai OS smartphone, tapi juga Android yang akan digunakan di berbagai peralatan rumah tangga. Sebelumnya Google juga telah mempersiapkan konsep Android@Home berikut tools pengembangannya yang disebut accessory design kit (ADK).
Meskipun mengakuisi Motorolla, Google tetap menjanjikan Android akan menjadi platform terbuka.
"Akuisisi ini tidak akan mengubah komitmen Google untuk menjalankan Android sebagai platform yang terbuka. Motorola akan tetap menjadi salah satu pemilik lisensi Android dan Android tetap menjadi platform terbuka. Kami akan menjalankan Motorola sebagai bisnis yang terpisah," tegas Larry Page.
“Google harus memberikan jaminan kepada vendor utama dari ponsel Android, termasuk Samsung, LG Corp, dan HTC Corp. Jika tidak, konflik kepentingan akan segera muncul,” ujar David McQueen, analis pada Informa Telecoms & Media di London.
Sementara itu, merespon akuisisi tersebut bursa saham Wall Street langsung melonjak. Indeks saham Dow Jones menguat 200 poin. Standard & Poor naik 25 poin sedangkan Nasdaq naik 47. Saham Motorola Mobility Holdings Inc juga melonjak 55,8%. Namun saham Google justru melemah 1,2%.


Rabu, 29 Juni 2011

Siapa Penulis Favoritmu?? (Part Two)

Sumber: www.telegraph.co.uk


Jika kemarin saya sudah mereview lima penulis lokal yang telah memikat hati saya, kali ini saya akan berbagi tentang para penulis mancanegara yang telah melampaui level “manusia super” dalam dunia sastra.

Mereka adalah para penulis besar yang mampu membuat para pembacanya berdecak kagum dan ingin mengikuti mereka. Tanpa basa-basi langsung saja saya perkenalkan para tokoh kita kali ini.

1. Sir Arthur Conan Doyle
Pernahkah anda menonton film detektif Sherlock Holmes yang dirilis beberapa bulan lalu? Jika sudah saya yakin anda akan terperangah menyaksikan kejeniusan detektif nyentrik itu dalam membongkar kasus kejahatan.

Nah kawan-kawan,,,Conan Doyle merupakan sang pencipta tokoh Sherlock Holmes itu. Sherlock Holmes diciptakan pada akhir abad ke-19 dan segera mencuri hati pembaca. Holmes adalah legenda. Holmes lahir dari kejeniusan dan tangan dingin Conan Doyle dalam mengolah kata-kata.

2. Dan Brown
Jika anda belum pernah mendengar nama Dan Brown, saya yakin anda tidak pernah sekalipun ke toko buku. Sebab, ritel-ritel buku seperti Gramedia & Gunung agung selalu menempatkan karya-karya Dan Brown dalam spot khusus bertuliskan “Best Seller”.

Dan Brown memang fenomena. Ia bercerita dengan detail-detail sejarah yang kontroversial. Ada yang marah, ada yang penasaran, ada yang tidak percaya ada pula yang tidak perduli. Namun, semua itu justru membuat buku Dan Brown laris manis di pasaran. Ya,,Dan Brown memang fenomena. Dan akan terus menjadi fenomena selama ia masih sanggup berkarya.

3. J.R.R. Tolkien
Mungkin nama itu terasa asing bagi anda, namun film The Lord of The Ring (LoR) saya yakin akrab di telinga anda. Siapa tak kenal tokoh Frodo yang diperankan oleh Elijah Wood itu? Ya,,LoR yang disebut-sebut menjadi film termahal itu memang membekas dalam ingatan setiap penontonnya.

Namun, banyak yang tidak tahu bahwa LoR lahir dari satu nama. J.R.R Tolkien. Pria asal Britania itulah yang menciptakan novel LoR pada tahun 1954-1955. Percaya atau tidak, saat membaca novel itu saya tidak tahu jika LoR ini sudah di filmkan.

4. Henry Charrier
Baiklah,,jujur saja nama Henry Charrier pasti terasa asing bukan?. Pun jika saya sebutkan karyanya yang berjudul Papillon tak banyak yang tahu. Wajar saja, meskipun buku ini sempat menjadi buku terlaris di Prancis pada periode 1960-an, sampai saat ini saya belum pernah melihat cetakan terbaru dari buku tersebut di toko-toko buku. Dua jilid Papillon yang saya punya merupakan terbitan tahun 1970-an dengan kondisi yang masih cukup baik. Itupun saya mendapatkannya dari pasar loak di Senen dan Malang dengan harga yang sangat murah.

Papillon merupakan nama samaran dari Henry Charrier sendiri yang mengklaim bahwa ini adalah sebuah novel autobiografi. Meskipun banyak pihak yang menyatakan bahwa ini adalah cerita fiksi, buat saya bukan masalah. Membaca Papillon saya seperti membaca garis hidup manusia. Papilloan adalah prototype manusia yang pantang menyerah. Ia adalah contoh kongkret dari andagium “jatuh bangun”. Di satu waktu ia akan jatuh, tapi kemudian bangkit lagi. Jatuh, bangkit lagi. Jatuh lagi, bangkit lagi dan begitu seterusnya.


Minggu, 26 Juni 2011

Siapa Penulis favoritmu??

Sumber: Google













Menulis terkadang bisa menjadi pelarian. Dengan menulis, kita akan mengalami apa yang saya sebut sebagai “orgasme intelektual”. Saya percaya, dengan menulis kita akan mengenal diri kita sendiri.

Nah,,kali ini saya ingin bercerita tentang para penulis yang mampu menjadikan tulisannya sebagai senjata. “Word is our weapon”. Begitulah yang diteriakkan oleh Subcomandante Marcos, seorang penulis sekaligus pemimpin gerakan Zapatista di Latin Amerika.

Maka,,jika anda punya sedikit waktu luang, tak ada salahnya jika anda meneruskan membaca tulisan ini untuk mengetahui siapa para penulis itu yang telah berhasil membius para pembaca termasuk saya pada khususnya. Sengaja pada kiranya saya merangkum para penulis lokal kali ini, jika ada kesempatan tentu saya akan berbagi cerita tentang para penulis dari luar negri. Semoga saja.

1. Gola Gong
Gola Gong adalah sosok yang paling banyak memberikan inspirasi bagi saya. Ia tidak hanya mengagetkan saya dengan gaya berceritanya yang khas, tapi juga mengajarkan bagaimana kita menjalani hidup. Saya pertama kali membaca karyanya yang berjudul Balada Si Roy (BSR) sejak duduk di bangku SMP. Sejak saat itulah, sosok Roy yang fenomenal begitu merasuk hingga ke sukma. Gola Gong dan Roy adalah candu.
Gola Gong telah menelurkan puluhan karya. Namun yang menjadi legenda tentu saja BSR. Jika tidak percaya, segeralah pergi ke toko buku dan masukan novel tersebut kedalam keranjang belanjaan anda. Atau jika kalian sedang tidak punya uang, rasanya saya cukup berbaik hati untuk meminjamkannya.

2. Pramoedya Ananta Toer
“Anak muda yang paling merugi, adalah mereka yang tidak pernah membaca karya-karya Pram”. Saya menulis kalimat tersebut beberapa waktu lalu sebagai status facebook. Rasanya ungkapan tersebut sangat tepat. Membaca karya-karya Pram rasanya seperti merujak di siang bolong. Panas dan menggelora. Anda akan merasakan efek yang sangat berbeda ketika anda membaca karya penulis lainnya.
Wajar saja, Pram memang maestro sastra Indonesia. Satu-satunya pengarang pribumi yang berkali-kali menjadi nominator peraih hadiah nobel. Lewat karya-karyanya yang fenomenal seperti tetralogi buru, Pram menjadi sosok yang wajib diperbincangkan dalam kajian-kajian sastra.

3. ES. ITO
Es ITO pertama kali menggebrak jagat sastra nusantara pada tahun 2005 setelah menerbitkan sebuah novel thriller berjudul Negara Kelima. Tiga tahun kemudian, ia kembali hadir dengan novel yang tak kalah seru berjudul Rahasia Meede.
Membaca kedua karyanya tersebut, saya seperti membaca karya-karya Dan Brown pengarang novel Da Vinci Code itu, dalam versi Indonesia. Gaya berceritanya hampir mirip. Es Ito juga menghadirkan kejutan-kejutan tak terduga dalam setiap lembarnya.
Nah,,jika anda penggemar cerita-cerita intrik politik disertai ulasan-ulasan sejarah yang tidak biasa seperti novel-novel Dan Brown, rasanya kedua novel Es Ito akan mampu memuaskan anda.

4. Ayu Utami
Ayu Utami adalah pelopor sastra wangi yang kontroversial. Jika anda pernah membaca satu saja dari karya-karyanya, maka anda akan mafhum seperti apa jenis bacaan yang ditawarkan Ayu Utami.
Saman, Larung ataupun juga Bilangan Fu bagi saya merupakan bentuk alter ego Ayu Utami yang mencoba mendobrak pakem-pakem penulisan sastra. Ia datang dengan bahasa yang tidak biasa. Terkadang ia seperti sengaja menyerempet norma-norma namun lain waktu ia akan memasukkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan. Membaca Ayu Utami seperti menyaksikan remaja tanggung yang memasuki masa-masa puberitas. Penuh gejolak dan gairah yang menggelora.

5. Andrea Hirata
Sudahlah,,siapa tak kenal Andrea Hirata. Penulis kondang ini berhasil membuktikan bahwa meskipun pendatang baru, ia mampu menyihir masyarakat Indonesia untuk melahap habis karya-karyanya.

Senin, 06 Juni 2011

Membangun Kritisisme Mahasiswa


-->

Sumber: www.merdeka.com

Dalam dunia akademis, kita mengenal slogan agent of change yang disematkan kepada para mahasiswa. Slogan tersebut tentu bukan hanya kiasan kosong belaka. Sejarah mencatat perubahan sosial politik yang terjadi di negri ini, tak bisa dilepaskan dari peranan mahasiswa disetiap zaman.

Lengsernya Soekarno tahun 1965, peristiwa Malari tahun 1974 yang merupakan pukulan berat bagi pemerintahan Orde Baru hingga reformasi 1998 semuanya dimulai dari pergerakan mahasiswa.
Mahasiswa merupakan sekolompok elit terdidik yang jumlahnya masih menjadi minoritas di negri ini. Keluasan akses ilmu pengetahuan serta terbukanya jaringan membuat mahasiswa menjadi kelas menengah yang cukup menjanjikan.

Dalam sebuah negara yang sedang belajar berdemokrasi seperti Indonesia, mahasiswa menjadi benteng kokoh penjaga demokrasi. Tidak hanya sebagai calon kader di masa depan tapi juga sebagai oposisi non-partai yang bertugas menjaga keseimbangan kekuatan di pemerintahan. Mahasiswa berpotensi menjadi pressure group (kelompok penekan) bersama elemen masyarakat lain agar Indonesia tidak terjebak pada praktek politik kartel.

Dalam kajian komunikasi politik, kelompok penekan (pressure group) termasuk dalam infrastuktur politik bersama kelompok kepentingan (interest group), partai politik, media massa serta figur politik. Infrastuktur politik inilah yang mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap suprastuktur politik. Supratuktur politik yang sering juga disebut the governmental political sphere terdiri dari eksekutif, yudikatif dan legislatif (Heryanto, Gun Gun, 2010).

Pada prakteknya, pressure group memainkan peran yang sangat signifikan dalam sebuah negara demokrasi. Jika demokrasi diartikan sebagai “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” maka pressure group lah yang menjaga suara rakyat itu tetap didengar oleh mereka yang berada dalam lingkup kekuasaaan.

Oleh karena itu, membangun dan mengasah kritisisme mahasiswa merupakan pekerjaan yang sangat penting. Di era keterbukaan ini, jalan untuk melakukan hal itu tidaklah terlalu sulit. Jika di masa orde baru mahasiswa di kebiri dengan dilahirkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), maka sekarang tidak lagi ada.

Membangun basis-basis intelektual di kampus lewat kelompok-kelompok diskusi merupakan salah satu jalan. Pers mahasiswa yang dulu sering dibredel bisa dibangkitkan kembali. Apalagi saat ini sedang menjamur tren cyberdemokrasi

Mark Poster dalam bukunya Cyberdemokrasi: Internet and Public Sphere mengatakan bahwa dalam dunia maya, tidak ada subyek yang mendominasi sehingga bebas dari anasir-anasir kepentingan pragmatis. Saat media konvensional mulai didominasi oleh pemilik modal, dunia maya menyediakan ruang publik yang bebas nilai demi menjamin terjadinya proses dialektika.

Ditambah lagi dengan menjamurnya citizen jurnalismee, dimana berita dan pemberitaan juga bisa datang dari masyarakat sipil, proses pengawasan terhadap kinerja pemerintah lebih mudah dilakukan.

Maka, jika budaya hedonisme dan konsumerisme bisa diminimalisir, membangun fondasi intelektual mahasiswa secara kokoh sebagai proses awal kritisisme rasanya menjadi mudah dilakukan. Hal ini penting agar Indonesia tidak terjebak pada praktek politik kartel dimana kekuasaan hanya dinikmati sekelompok elit.

Kamis, 17 Maret 2011

Antara Jakarta dan Bekasi

Antara Jakarta dan Bekasi
Terdengar suara jangkrik dibalik megahnya bedeng kapitalisme
Dari sinilah semuanya akan di mulai
Obrolan ringan disuatu petang, dimana mega merah turun menyelimuti
Titik kulminasi telah kita lewati bersama
Dimana keringat dan semangat tak pernah putus lewat teriakan di jalanan
Mereka adalah generasi tanpa malu
Dan kita hanyalah generasi yang dilahirkan tanpa rasa malu-malu
Di titik ini kawan, antara Jakarta dan Bekasi
Akan kita jaga bara perjuangan itu agar tak lagi padam
Janji diatas kertas plano adalah janji bagi dunia

Rabu, 16 Maret 2011

IMPOR BERAS, RELEVANKAH?

Sumber: www.sinarharapan.co


Krisis beras. Itulah topik hangat yang sedang diperbincangkan media, selain hiruk pikuk dunia perpolitikan dalam negri. Beberapa media massa nasional sangat mengkhawatirkan kondisi penanganan pangan dalam negri yang bisa dibilang tidak terlalu sukses. Sebabnya apalagi kalau bukan rencana pemerintah dalam hal ini Badan Urusan Logistik (BULOG), yang akan mengimpor beras hingga 1,5 juta ton beras, yang menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar kedua pengimpor beras di dunia dan hanya kalah satu peringkat dari Nigeria.

Tentu publik bertanya-tanya. Mengapa Indonesia yang katanya negri agraris itu sampai mengimpor beras dalam jumlah yang besar? Apakah memang produksi dalam negri tidak mencukupi? Dimana peran BULOG? Jika memang benar produksi dalam negri tidak mencukupi apakah jalan satu-satunya adalah impor beras? Mari kita melihat data-data sejenak.

Menurut Angka Ramalan (ARAM) I Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, produksi GKG (Gabah Kering Giling) mencapai 60,7 juta ton atau setara dengan 37,8 juta ton beras. Sedangkan angka rata-rata konsumsi nasional adalah 35 juta ton/tahun. Maka sesungguhnya secara logika seharusnya Indonesia mengalami surplus sebesar 2,8 juta ton beras. Lalu dimana letak krisisnya sehingga harus mengimpor beras?

Meski angka tersebut belum menjamin ketersediaan beras selama satu tahun kedepan, namun soal impor beras hanyalah soal manajemen stok. Departemen Pertanian (Deptan) menganggap BULOG gagal melakukan penyerapan karena, BULOG belum maksimal bekerja. Sedangkan BULOG berdalih sulitnya penyerapan tahun ini karena belum naiknya Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Tahun ini. BULOG menargetkan menyerap 3,5 juta ton beras. Namun hingga saat ini baru 146.118 ton beras yang berhasil diserap. Hal ini sebenarnya merupakan akibat dari adanya selisih HPP dengan harga pasar. Berdasarkan Inpres no 7/2009 HPP yang ditetapkan pemerintah untuk gabah kering panen (GKP) Rp2.640/kg, gabah kering giling (GKG) Rp3.300/kg dan beras Rp5.060/kg. Sedangkan harga beras jenis IR III di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, saat ini mencapai kisaran RpRp5.700/kg.

Karena perbedaan harga itulah maka petani enggan menjual berasnya ke BULOG dan memilih menjual ke pihak swasta. Maka saat ini, pasar beras dikuasai oleh swasta yang akan berakibat harga beras menjadi fluktuatif terutama saat terjadi kelangkaan stok.

Dualisme Fungsi BULOG

BULOG merupakan aktor utama skema perberasan nasional. BULOG lah yang bertugas menjaga stabilitas harga serta stok beras dalam negri. Karena krusialnya fungsi BULOG, selama puluhan tahun BULOG telah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berorientasi pada peranan sosial. Namun sejak tahun 2003, fungsi dan kedudukan BULOG berubah ke arah liberalisasi.

Adalah Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 7 Tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi PP RI No. 61 Tahun 2003, yang menjadi landasan hukum berubahnya BULOG menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah menjadi Perum, BULOG mempunyai tugas ganda; tugas publik serta tugas komersial.

Oleh karena itu, orientasi BULOG dalam menangani perberasan nasional menjadi berubah. Jika dulu BULOG dianggap sukses jika mampu menstabilkan harga beras, kini kesuksesan BULOG dilihat dari jumlah laba yang diperoleh.

Dengan dualisme fungsi tersebut, BULOG seringkali kesulitan bergerak karena selalu terbentur antara kepentingan publik dan kepentingan komersil. Penyerahan harga beras kepada mekanisme pasar seringkali menjadi bumerang karena harga beras menjadi tidak stabil. Ditambah lagi dengan dikeluarkannya Permenkeu 241/2010 tantang pembebasan 57 pos tarif bea masuk terkait pangan, yang mengakibatkan dibanjirinya pasar domestik kita oleh produk dari luar.

Ditengah ancaman krisis pangan internasional akibat perubahan iklim dan bencana yang sering terjadi, tumpuan pangan dalam negri berada ditangan BULOG. BULOG seharusnya bisa mengendalikan secara penuh skema perberasan nasional. Sebab beras merupakan komoditas krusial bagi kelangsungan bangsa ini. Hal ini sesungguhnya sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Impor Beras, Relevankah?
Jika kita mengacu pada data bahwa masih terdapat surplus beras, maka kebijakan impor beras saat ini merupakan kebijakan yang salah kaprah. Sebab, impor beras terutama saat panen raya seperti sekarang ini akan sangat merugikan petani. Harga beras ditingkatan petani menjadi anjlok karena membanjirnya beras impor..

Alasan pemerintah untuk menstabilkan harga dengan mengimpor beras juga sebuah alasan yang jelas mengada-ada. Sebab kenyataannya, setelah impor harga beras tidak juga turun. Fluktuasi harga yang terjadi bisa ditanggulangi jika BULOG memainkan perannya sebagai penjaga stabilitas harga secara baik. Kenyataanya tugas publik BULOG seringkali hanya menjadi sekunder karena kalah oleh tugas komersilnya.

Dalam kondisi surplus seperti ini, pemerintah seharusnya menyerap beras milik petani lokal dengan mengoptimalkan fungsi BULOG. Salah satu caranya dengan menaikkan HPP. Juga dengan memberdayakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Hal ini bisa dilakukan dengan penambahan jumlah lahan pertanian, subsidi pupuk, penyuluhan perubahan iklim hingga penggunaan teknologi ramah lingkungan yang akan menggenjot produksi pertanian petani lokal.

Kamis, 10 Maret 2011

Berbeda

Apa yang ada dibenakmu, saat kita tiba di suatu masa.
Dimana rasa itu masih ada, namun rantai ego tetap memisahkan kita.
Seperti burung yang jatuh cinta pada langit, jiwaku dan jiwamu terlalu bebas.
Aku teringat sebait sajak,,"Kita berbeda dalam segala hal, kecuali dalam cinta".
Tapi tahukah kau bahwa cinta bukan segalanya? karna kejujuranlah yang utama.
Jujurlah pada diri sendiri, maka jalan terjal itu akan menjadi landai.
Aku tahu, ini mungkin sebuah bentuk alter egoku.
Namun semua nampak begitu nyata, saat semilir angin dan aroma tubuhmu menyandera semua inderaku
Tiba-tiba semua terasa begitu gelap.
Genggamanmu masih terasa lembut, tapi ada yang berbeda
Sorot matamu masih menyejukkan, tapi ada yang berbeda.
Mari kita timbang dengan hati dan pikiran kita



Jangan kita yang menghakimi, tapi biarlah angin dari utara.!!

Senin, 14 Februari 2011

Demontrasi, kekecewaan dan Demokrasi

Sumber: www.solopos.com


Refleksi satu tahun (atau lebih tepatnya 6 tahun) pemerintahan SBY diisi dengan berbagai demonstrasi diseluruh penjuru tanah air. Ribuan orang yang terdiri dari elemen mahasiswa, LSM serta masyarakat sipil lainnya turun ke jalan meneriakkan tuntutan mereka dengan berbagai cara.

Demonstrasi sejatinya merupakan konsekuensi logis dari demokrasi yang didefinisikan Lincolm sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tak hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, demonstrasi juga terjadi di negara-negara maju. Di Perancis, gelombang demonstrasi sudah berlangsung beberapa bulan terakhir terkait rencana Presiden Nikolas Sarkozy menaikkan umur pensiun pegawai.

Demonstrasi biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang selalu mengkritisi jalannya pemerintahan. Kelompok ini dalam terminologi sistem politik disebut sebagai pressure group (kelompok penekan) yang menjadi salah satu dari lima infrastukutur politik-selain political party, interst group, figur politik dan media massa. Ciri utamanya, pressure group bersikap adovokatif, independent dan kritis.

Menurut pengamatan penulis, setidaknya ada dua poin yang melatarbelakangi semakin maraknya demonstrasi di Indonesia ini. Pertama, menumpuknya kekecewaan rakyat atas jalannya pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu II yang dinilai gagal. Menurut jajak pendapat yang diadakan oleh harian Kompas, citra SBY dimata rakyat memang semakin menurun drastis terutama tiga bulan terakhir (Kompas, 18 Oktober 2010).

Dari segi hukum, 6,3 triliun uang rakyat yang disengketakan dalam kasus Century tak tahu rimbanya. Dari segi ekonomi, pengusaha kecil dan menengah megap-megap menghadapi serbuan barang impor dari China akibat ditandatanganinya Free Trade Area (FTA) Asean-China Januari lalu. Apalagi ditambah dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Hasilnya, meskipun diklaim tahun ini angka kemiskinan terpaut pada angka 13 % (Jika angka ini memang benar adanya), tentu 13 % dari 200 juta lebih rakyat Indonesia masihlah sangat banyak. Setali tiga uang, meskipun 21 Oktober lalu diperingati sebagai 50 tahun Agraria nasional dengan disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1965, persoalan agraria di Indonesia belum juga selesai. Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang dicanangkan sejak tahun 2007 hanya menjadi formalitas belaka. Agenda land reform (reforma agraria) masih jauh dari target.

Kedua, melempemnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bisa menjadi ruang publik (public sphere) bagi rakyat. Jurgen Habermas dalam karyanya The Structural Transformation of Public Sphere mendefinisikan ruang publik sebagai wilayah dimana masyarakat dapat berkumpul, berpendapat, berdebat dan beradu argumen dengan berasaskan kebenaran. Diskursus dan dialektika yang rasional, kritis dan membangun inilah yang menjaga stabilitas sebuah bangsa yang demokratis.

Sayangnya, ruang publik yang terlembaga dalam DPR ini terlihat memble. Meskipun terpilih dari hasil seleksi pemilihan umum yang demokratis, DPR masih terjebak dalam political bargaining (politik tawar-menawar) antar fraksi. Tak hanya itu, DPR juga tidak maksimal menjalankan fungsinya sebagai legislatif karena seringkali bertidak diluar control (out of control). Mulai dari kasus korupsi anggotanya, manajemen kehormatan yang amburadul, serangkaian plesiran ke luar negri yang tidak jelas fungsinya hingga politik kepentingan partai yang masih menonjol. Inilah yang membuat DPR dari tahun ketahun selalu mendapat raport merah dan tak pernah naik kelas.
Berbeda dengan Kudeta

Demonstrasi sebagai kontrol dan teguran rakyat bagi pemerintah bersifat persuasif. Tekanan politis yang ada sebenarnya merupakan jelmaan dari tekanan moral yang massif. Demonstrasi menjadi penting sebagai check and balances agar langkah pemerintah selalu berjalan dijalur yang benar.

Demonstrasi yang selama ini terjadi, selalu bersifat aksi moral yang bertujuan menyentil pemerintah dan melakukan kampanye pada masyarakat luas. Demonstrasi berbeda dengan kudeta. Jika kudeta memfokuskan pada pengambilan kekuasaan secara paksa, demonstrasi bertujuan memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat.

Slogan-slogan yang mengarah pada penggulingan kekuasaan, sebenarnya merupakan pecutan dari rakyat agar pemerintah lebih serius merealisasikan janjinya. Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya bisa bersikap lebih bijak dan menginstrospeksi diri lebih mendalam. Meski tidak menutup kemungkinan gerakan moral itu akan menjadi gerakan politis jika pemerintah tidak segera menyadari kekeliruannya.

Beberapa kritik

Untuk meningkatkan efektivitas penyampaian pesan, beberapa evaluasi mutlak dilakukan. Pertama, demonstrasi haruslah dilakukan dengan cerdas dan bermutu. Kita tentu sepakat kekerasan bukanlah solusi untuk memecahkan masalah. Demonstrasi yang menjadi penyambung lidah rakyat Indonesia, harus menghindari cara-cara primitif. Hal ini tentu saja juga harus diperhatikan oleh aparat keamanan. Polisi harus memahami ekspresi kekecewaan rakyat yang seringkali seperti kelewatan namun sebenarnya masih dalam batas kewajaran.

Aksi-aksi yang dapat memprovokasi dan meletupkan emosi demonstran haruslah dihindari. Kasus tertembaknya mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) kemarin harus menjadi alarm ketidakberesan jajaran keamanan. Apalagi sebelumnya sudah beredar isu Protap tembak ditempat bagi demontran yang anarkis, meskipun batas anarkisme itu sendiri tidak juga ajeg.

Kedua, dari tubuh demonstran sendiri harus dihindari praktek trafficking yang sering terjadi. Trafficking atau perdagangan manusia dalam ranah demonstrasi merupakan praktek dimana oknum-okmum tidak bertanggung jawab dengan sumber daya lebih membayar orang-orang untuk ikut demonstrasi demi keuntungan pribadi. Inilah yang akan mencederai makna demokrasi.

Ketiga, menjadikan motif rasionalitas bernilai sebagai niat partisipasi politiknya. Motif rasionalitas bernilai merupakan motif seseorang yang ikut berpolitik dengan merasionalkan apa menjadi aktivitasnya. Lawannya motif rasional bertujuan lebih bersifat pragmatis demi keuntungan pribadi. Hal ini menjadi penting untuk menghindari ketidaktahuan demonstran akan isu yang diteriakkannya serta menjaga orisinalitas dan inpendensi.. Maka, pengisian kognisi lewat konsumsi buku dan media serta diskusi menjadi modal penting bagi seorang demonstran.

Senin, 07 Februari 2011

Persaingan Pasar dan Peran Pemerintah

Sumber: www.post-gazette.com

Pasar turut memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia dari masa ke masa. Pasar pertama kali muncul sejak manusia mulai menyadari, bahwa mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dari pasar lah manusia bisa bertahan hidup. Dan dari pasarlah pola perekonomian masyarakat berkembang begitu pesatnya.

Seiring perkembangan zaman, pasar telah berevolusi menjadi beragam bentuk. Mulai dari pasar nyata yang biasa kita temukan sehari-hari, hingga pasar abstrak seperti pasar saham dan pasar modal. Dalam bentuk pasar nyata, klasifikasi terbagi menjadi pasar tradisional dan pasar modern.

Pasar tradisional merujuk pada pasar dimana penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secara langsung. Sedangkan pasar modern merujuk pada pasar dimana barang diperjualbelikan dengan harga pas serta menggunakan sistem layanan sendiri (swalayan).

Perkembangan pasar modern yang semakin pesat, tak pelak menimbulkan persaingan dengan pasar tradisioanl yang sudah lebih dulu muncul. Persaingan antara pasar tradisional dan modern yang pada mulanya terjadi di Amerika dan Eropa barat sejak abad lalu, sejak beberapa dekade terakhir juga terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, perkembangan pasar modern tergolong sangat pesat. Setidaknya saat ini kita mengenal lima jaringan pasar modern baik yang sahamnya milik pengusaha lokal maupun luar negri. Mulai dari Matahari, Carefour, Hero, Alfa dan Superindo. Kelima jaringan pasar modern tersebut

Perang harga yang terjadi antara pasar modern inilah yang sesungguhnya berakibat fatal bagi pasar tradisional. Meskipun di satu sisi perang harga menguntungkan konsumen, di sisi lain hal ini akan menghambat perkembangan pasar tradisional. Tak dapat dipungkiri, harga yang relatif murah serta pelayanan yang nyaman, membuat masyarakat kini lebih senang berbelanja di pasar modern ketimbang di pasar tradional, yang identik dengan suasana becek dan kumuh.

Jika hal ini terus dibiarkan, pasar tradisonal akan kehilangan pamornya. Pedagang-pedagang kecil yang menggantungkan hidup dari pasar tradisional akan kehilangan mata pencahariannya. Jika sudah begitu, angka pengangguran akan meningkat sehingga tingkat kemiskinan akan sulit ditanggulangi.

Solusi permasalahan ini sesungguhnya berada ditagan pemerintah melalui regulasi-regulasi terkait pasar modern. Saat ini setidaknya terdapat beberapa regulasi mulai dari Keppres No. 118/2000 tentang Perubahan dari Keputusan Presiden No. 96/2000 mengenai Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung. Keputusan Menperindag No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. 7 t Keputusan Menperindag No.420/MPP/Kep/10/199entang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. SKB Menperindag dan Mendagri No.57 dan 145/MPP/Kep/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Peraturan Menperindag No.12/M- DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

Beberapa regulasi diatas sesungguhnya dibuat untuk menjamin hak-hak pedagang modern dan pedagang tradisional. Namun apa lacur, dalam implementasinya pemerintah lebih berpihak bagi pasar modern daripada pasar tradisional. Pemerintah Daerah yang sesungguhnya memainkan peranan yang sangat penting malah cenderung mengabaikan persaingan tersbut.

Dari segi lokasi pendirian pasar modern misalnya, banyak pasar modern yang berdiri tidak jauh dari pasar tradisional atau bahkan bersebelahan. Hal ini tentu saja berdampak sangat buruk bagi perkembangan pasar tradisional.

Pada akhirnya, perkembangan dari pasar modern sepertinya memang sudah sulit dibendung. Namun yang perlu diperhatikan, pemerintah haruslah membuat regulasi-regulasi yang akan melindungi para pedagang kecil di pasar tradisional. Serta melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Jika tidak, angka kemiskinan yang katanya turun menjadi 13 % itu tentu akan kembali naik dan membuat negri ini menjadi negri yang tertinggal.

Sabtu, 29 Januari 2011

Bagaimana Setelah Cancun?..


Sumber: www.foxnews.com


Dewasa ini, isu perubahan iklim telah menjadi isu yang sangat krusial tak hanya di dalam negri tapi juga dunia internasional. Hal ini tak dapat dipungkiri karena jutaan manusia di seluruh dunia merasakan secara langsung efek dari perubahan iklim tersebut. Baru-baru ini Eropa dan Amerika dilanda badai salju parah hingga melumpuhkan perekonomian. Belum lagi wilayah Asia dan Oceania yang menjadi langganan banjir.

Pada dasarnya, hampir semua orang tahu bahwa perubahan iklim secara abnormal ini di akibatkan oleh pemanasan global (global warming) akibat efek Gas Rumah Kaca (GRK). Konsentrasi GRK yang tinggi di atmosfir mengakibatkan panas matahari terperangkap sehingga mengakibatkan kenaikan suhu bumi. Global warming inilah yang menyebabkan kacaunya iklim di bumi.

Semakin tingginya emisi GRK, merupakan konsekuensi logis dari model pembangungan yang selama ini dilakukan. Terhitung semenjak revolusi industri negara-negara maju di berbagai belahan dunia telah mengotori bumi dengan kemajuan teknologi. Penggunaan batu bara dan minyak bumi untuk kendaraan dan listrik, serta deforestasi yang menjadi bagian dari aktivitas keseharian warga dunia membuat konsentrasi GRK meningkat.

Paradigma yang berkembang bahwa pembangunan ekuivalen dengan perusakan lingkungan inilah, yang membuat berbagai pihak seperti meremehkan efek perubahan iklim. Negara-negara berkembang enggan menurunkan emisinya yang berarti menurunkan laju pembangunan karena mereka masih miskin. Sementara negara-negara maju yang tergabung dalam annex 1 masih belum mau menurunkan emisinya secara tajam.

Dalam konteks kerangka kerja PBB atas konvensi perubahan iklim (UNFCCC), pihak annex 1 sebagai penyebab krisis iklim seharusnya wajib menurunkan emisinya lebih dulu barulah nanti diikuti negara berkembang. Hal ini di perlukan untuk menjamin prinsip keadilan iklim.

Satu-satunya perjanjian mengikat terkait perubahan iklim dalam skala internasional dalah protokol Kyoto. Protokol yang dirundingkan di Jepang pada tahun 1997 ini, memuat kewajiban-kewajiban negara-negara maju untuk menurunkan emisi GRK mereka. Sayangnya, tahapan pertama dari protokol Kyoto akan berakhir tahun 2012 dan sampai saat ini belum ada kesepakatan mengikat (legally binding) untuk meneruskan protokol Kyoto tahapan ke-2.

Pertemuan para pihak PBB (COP) ke-16 yang diadakan di Cancun Meksiko akhir tahun 2010 lalu belum juga menunjukkan gejala yang baik. Hal ini sebenarnya merupakan ekses dari perundingan COP-15 di Copenhagen yang hasilnya sangat jauh dari yang diharapkan. Jika pada awalnya COP-15 dimulai dengan optimisme yang begitu tinggi hingga memunculkan istilah “Hopenhagen”, nyatanya COP-15 ini hanya menghasilkan Copenhagen Accord yang kontroversial.

Maka tak heran jika COP-16 di Cancun kemarin dibuka dengan datar-datar saja. Tidak ada optimisme yang menggebu-gebu. Pihak-pihak terkait juga tidak berharap terlalu banyak di Cancun akan tercapai legally binding. Rupanya, pertemuan di Cancun ini lebih dimaksudkan sebagai restorasi saling percaya (trust restoration) antar warga dunia. Pasca kegagalan di Copenhagen, warga dunia memang mengalami krisis kepercayaan akibat perasaan saling curiga dan dikhianati.

Faktanya, Cancun memang berakhir tanpa solusi yang berarti. 200 delegasi negara yang hadir hanya menyepakati bahwa batas masksimal kenaikan suhu global di bumi adalah 2 %. Diatas angka tersebut, dunia akan mengalami perubahan iklim ekstrem yang akan sangat berbahaya bagi kehidupan di bumi. Soal pembiyaaan melawan perubahan iklim yang memang tidak murah, juga belum ada keputusan final. COP-16 hanya menyepakati akan menggelontorkan dana perubahan iklim tersebut tanpa menetapkan bagaimana memperoleh dana itu. Beberapa pihak menyatakan bahwa COP-16 di Cancun hanya menyelamatkan perundingan tanpa menyelamatkan iklim bumi itu sendiri.

Lantas bagaimana setelah Cancun?. Jika kita memperhatikan dua pertemuan terakhir di Copenhagen dan Cancun, rasanya sangat sulit untuk mengharapkan kemajuan signifikan terkait perubahan iklim. Tahun ini, beban berat akan dipikul warga dunia pada COP-17 di Durban Afrika Selatan. Pertemuan di Durban ini ibarat final yang akan sangat menentukan, apakah dunia pada akhirnya mempunyai kesepakatan mengikat setelah habisnya protokol Kyoto tahapan pertama 2012 nanti.

Mengingat bencana demi bencana yang terus melanda bumi akibat pemanasan global, sudah saatnya bagi semua pihak untuk mau berkontribusi menyelamatkan bumi. Durban tidak boleh lagi hanya menjadi titik singgah. Ia harus menjadi tempat dimana Amerika dan China sebagai penyumbang emisi terbesar harus mau menurunkan tingkat emisinya.

Proyek REDD+ di Indonesia

Semenjak COP-13 di Bali yang menghasilkan Bali Road Map, peran Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus pemilik hutan tropis, sangat penting dalam berbagai perundingan. Indonesia dipandang dunia sebagai kunci perubahan iklim yang menentukan bagaimana nasb dunia kelak.

Hal ini sesungguhnya tidak lepas dari keberadaan jutaan hektar hutan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Sayangnya, bebeberapa dekade terakhir deforestasi terjadi dengan cepat, hingga membuat Indonesia menjadi penghasil emisi terbesar ke-3 di dunia. Ilegalloging, penebangan hutan untuk perkebunan, kebakaran hutan dan pengeringan lahan gambut menjadi penyebab utama emisi Indonesia (Walhi: 2009).

Laju deforestasi di Indonesia yang mencapai 2 juta hektar, membuat dunia pada akhirnya memberikan perhatian serius. Dalam Bali Road Map, di sepakati proyek Reduction Emission From Degradation and Deforestation (REDD) sebagai aksi mitigasi demi melawan perubahan iklim. Pada COP-16 di Cancun beberapa waktu lalu, REDD juga menjadi salah satu hal yang dibahas.

Bagaimana sesungguhnya mekanisme REDD?. Secara garis besar, REDD dimaksudkan sebagai bentuk tanggungjawab negara maju, dengan memberikan sejumlah uang kepada negara-negara berkembang untuk menghentikan laju deforestasi.

Meskipun terlihat sangat bermanfaat, menurut hemat penulis, REDD bukanlah solusi utama melawan perubahan iklim. REDD juga membuat negara-negara maju sebagai penghasil emisi dunia, melempar tanggung jawabnya untuk menurunkan emisi. Dengan dalih sudah ikut mendanai hutan-hutan tropis dari deforestasi, mereka enggan menurunkan emisinya yang sesungguhnya menjadi sebab utama pemanasan global.

Bagi negara berkembang, REDD cenderung menjadi skema perdagangan karbon (Carbon Trading). Sebagai pemilik hutan tropis, proyek REDD membuat negara berkembang bisa memperoleh uang panas yang jumlahnya sangat bersar.

Di Indonesia, penerapan REDD belum maksmal. Hal ini terkait masyarakat adat serta kelompok minoritas yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil hutan belum dipikirkan secara matang. Dari 230 juta penduduk Indonesia, 40 juta diantaranya adalah masyarakat yang menggatungkan hidup dari hasil hutan. Dengan diterapkannya proyek REDD pada hutan mereka, kemungkinan besar mereka akan terpinggirkan secara ekonomi, sosial dan politik.

Pada ahirnya, usaha apapun yang dilakukan warga dunia demi menahan perubahan iklim entu harus didukung. Namun, yang menjadi catatan adalah selama belum ada kesepakatan mengikat yang mewajibkan negara-negara maju menurunkan emisinya, semua itu akan sia-sia belaka.

Maka, sudah sepatutnya bagi kita untuk memastikan perundingan di Durban nanti berjalan sesuai jalurnya. Berbagai cara bisa dilakukan. Mulai dari menurunkan tingkat emisi dari konsumsi pribadi, hingga turut berperan aktif dalam berbagai forum lingkungan hidup baik di dunia maya maupun kehidupan nyata sehari-hari. Lalu siapkah kita melawan perubahan iklim?

Refrensi
Kompas. Kemana Cancun Menuju. Edisi 30 November 2010
Walhi. REDD Wrong Path Pathetic: Ecobusiness. 2009. Jakarta

Kamis, 13 Januari 2011

world class university?? mimpi kali ye.!

Sumber: www.kabartangsel.com


Saya kuliah di Universtas Islam Negri (UIN) Jakarta. Tepatnya di jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Karena sudah semester 7, saya dan kawan-kawan sedang dilanda euphoria skripsi. Kami pun ramai-ramai mencari dan mengajukan judul skripsi. Walhasil, Kamis 13 Januari lalu saya bersama beberapa kawan mengikuti seminar judul skripsi, sebagai salah satu syarat awal dalam penyusunan tugas akhir S1 tersebut.

Saya yang tertarik pada disiplin ilmu Komunikasi Politik, kemudian mengajukan judul “Pola kampanye dan propaganda kelompok penekan (pressure group) dalam mengawal kebijakan publik (Studi pada Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam mengawal agenda reforma agraria)”.

Judul yang menurut beberapa dosen lumayan itu, ternyata sempat ditolak oleh beberapa dosen penguji dalam seminar judul kemarin. Anda tahu kenapa? bukan karena judul saya terlalu panjang, tapi karena katanya, judul saya itu tidak merepresentasikan ISLAMnya kampus kami.

Pada titik itu, saya merasa sangat heran dengan kampus ini. UIN yang dimotori oleh rektornya Komarudin Hidayat, dikenal karena menganut islam yang inklusif. Sayangnya, inklusifitas itu hanya slogan semata. Dalam kenyataannya, dari sisi akademisinya saja, UIN masih terjebak pada tataran islam eksklusif yang ortodoks.



Saya pikir, kita tidak bisa menilai islam tidaknya seseorang atau lembaga hanya secara tekstual saja. Misalnya jika sebuah organisasi memakai nama islam, belum tentu itu organisasi islam karena belum tentu juga mereka mempraktekan nilai-nilai yang islami. Begitu juga sebaliknya, organisasi yang tidak memakai nama islam, belum tentu tidak islami karena siapa tahu mereka mempraktekkan nilai-nilai yang islami.

Nah, hubungannya dengan cerita saya di atas, saya merasa lucu karena skripsi saya sempat ditolak hanya karena tidak mengangkat profil pressure group dengan embel-embel islam. Padahal, dalam pandangan dan pengalaman saya beberapa kali terlibat dengan SPI, mereka mempraktekan nilai-nilai islami seperti keadilan, demokrasi, kebenaran, humanisme, HAM dan lain-lain. Belum lagi terkait reforma agraria yang sesungguhnya merupakan bentuk pembelaan terhadap kaum mustadhafin (kaum lemah).

Rupanya bagi dosen-dosen di FDK UIN yang menguji kami hari itu, semua nilai-nilai keislaman itu belum cukup untuk diangkat menjadi tugas akhir kami. Mereka berargumen bahwasanya UIN adalah kampus dengan nama islam jadi harus mengangkat hal-hal yang sifatnya islami secara tekstual.

Padahal, UIN tidak hanya terdiri dari kata ISLAM saja, tapi juga NEGRI. Artinya, selain mengangkat nama islam, mahasiswa UIN juga harus berkontribusi terhadap bangsa dan negara Indonesia. Apalagi beberapa waktu lalu, UIN juga bercita-cita untuk menjadi worl class university.

Demi terbentuknya sebuah universitas kelas dunia, tentu bukan hanya dengan mengubah lambang saja yang bahkan juga sempat dipermasalahkan karena katanya, mirip lambang bintang David negara Israel. Tapi yang lebih penting lagi, paradigma pemikiran akademis UIN juga harus diubah.

UIN tidak boleh lagi terjebak pada pemikiran sempit tentang islam. UIN harus membuka diri terhadap dinamika perkembangan demokrasi di Indonesia dan dunia internasional. Cara-cara kuno dalam memandang mana yang islam dan islami harus dihilangkan. Semua itu tentu harus dimulai dari bawah yaitu dari jurusan, fakultas barulah tingkat universitas.

Sesungguhnya, yang menjadi alasan saya mengambil judul yang agak menyimpang dari skripsi mahasiswa FDK kebanyakan adalah, saya ingin menunjukkan bahwa mahasiswa UIN tidak hanya mengerti isu-isu keislaman. Tapi juga memahami dinamika demokrasi di Indonesia.

Jika anda berkunjung ke perpustakaan FDK, anda akan menemukan beberapa rak berisi skripsi-skripsi terdahulu yang isinya hampir seragam. Mulai dari penelitian kuantitatif terhadap majelis taklim A, strategi komunikasi Kyai haji B atau analisis wacana terhadap media islam C dan lain-lain yang hanya berbeda objek penelitiannya.

Saya bukan ingin merendahkan pekerjaan kawan-kawan yang sudah bersusah payah mengerjakan skripsi itu, namun yang harus dipahami bersama, pihak universitas tidak seharusnya membatasi objek penelitian mahasiswanya hanya yang berbau islam secara tekstual saja. Sebab, hal ini akan mematikan kreativitas mahasiswa sehingga cenderung berfikir praktis asal jadi saja.

FDK sebagai salah satu fakultas yang banyak diminati mahasiswa di UIN, tentu sudah melahirkan ribuan sarjana di bidang komunikasi. Oleh karena itu, jika dalam penyusunan skripsi masih juga dibatasi pada tataran islam tekstual, tentu ruang lingkup penelitian skripsi menjadi sangat terbatas. Maka tak heran jika pada akhirnya, skripsi mahasiswa tak akan jauh dari majelis taklim, film-film islam, pondok pesantren, kebijakan redaksional media islam, analisis isi, framing dan wacana media islam, atau semiotika media islam. Jika sudah begitu, mahasiswa lah yag akan di cap tidak kreatif atau bahkan plagiat oleh dosen.

Meskipun pada akhirnya judul saya tetap diterima, setelah ngotot dan ditakut-takuti tidak akan lulus ujian akhir skripsi nanti jika diuji oleh dosen yang kolot, menurut saya ini adalah alarm merah bagi para junior kami. Mereka tentu akan menjadi mahasiswa-mahasiswa yang menyusun skripsi karena ingin cepat lulus, bukan karena dorongan intelektual dan akademisnya.

Selama pola ini tidak berubah, world class university tentu hanya mimpi belaka. Sebab indikator universitas kelas dunia bukan di tunjukkan dengan rajinnya pak rektor nongol di media massa, tapi juga bagaimana mahasiswa universitas tersebut mampu melahirkan karya-karya monumental, yang berkontribusi besar bagi agama dan negara. Setuju??...

Keep spirit kawan..!! semoga birokrasi tai kucing tak menghambat kreativitasmu..!