Rabu, 29 Juni 2011

Siapa Penulis Favoritmu?? (Part Two)

Sumber: www.telegraph.co.uk


Jika kemarin saya sudah mereview lima penulis lokal yang telah memikat hati saya, kali ini saya akan berbagi tentang para penulis mancanegara yang telah melampaui level “manusia super” dalam dunia sastra.

Mereka adalah para penulis besar yang mampu membuat para pembacanya berdecak kagum dan ingin mengikuti mereka. Tanpa basa-basi langsung saja saya perkenalkan para tokoh kita kali ini.

1. Sir Arthur Conan Doyle
Pernahkah anda menonton film detektif Sherlock Holmes yang dirilis beberapa bulan lalu? Jika sudah saya yakin anda akan terperangah menyaksikan kejeniusan detektif nyentrik itu dalam membongkar kasus kejahatan.

Nah kawan-kawan,,,Conan Doyle merupakan sang pencipta tokoh Sherlock Holmes itu. Sherlock Holmes diciptakan pada akhir abad ke-19 dan segera mencuri hati pembaca. Holmes adalah legenda. Holmes lahir dari kejeniusan dan tangan dingin Conan Doyle dalam mengolah kata-kata.

2. Dan Brown
Jika anda belum pernah mendengar nama Dan Brown, saya yakin anda tidak pernah sekalipun ke toko buku. Sebab, ritel-ritel buku seperti Gramedia & Gunung agung selalu menempatkan karya-karya Dan Brown dalam spot khusus bertuliskan “Best Seller”.

Dan Brown memang fenomena. Ia bercerita dengan detail-detail sejarah yang kontroversial. Ada yang marah, ada yang penasaran, ada yang tidak percaya ada pula yang tidak perduli. Namun, semua itu justru membuat buku Dan Brown laris manis di pasaran. Ya,,Dan Brown memang fenomena. Dan akan terus menjadi fenomena selama ia masih sanggup berkarya.

3. J.R.R. Tolkien
Mungkin nama itu terasa asing bagi anda, namun film The Lord of The Ring (LoR) saya yakin akrab di telinga anda. Siapa tak kenal tokoh Frodo yang diperankan oleh Elijah Wood itu? Ya,,LoR yang disebut-sebut menjadi film termahal itu memang membekas dalam ingatan setiap penontonnya.

Namun, banyak yang tidak tahu bahwa LoR lahir dari satu nama. J.R.R Tolkien. Pria asal Britania itulah yang menciptakan novel LoR pada tahun 1954-1955. Percaya atau tidak, saat membaca novel itu saya tidak tahu jika LoR ini sudah di filmkan.

4. Henry Charrier
Baiklah,,jujur saja nama Henry Charrier pasti terasa asing bukan?. Pun jika saya sebutkan karyanya yang berjudul Papillon tak banyak yang tahu. Wajar saja, meskipun buku ini sempat menjadi buku terlaris di Prancis pada periode 1960-an, sampai saat ini saya belum pernah melihat cetakan terbaru dari buku tersebut di toko-toko buku. Dua jilid Papillon yang saya punya merupakan terbitan tahun 1970-an dengan kondisi yang masih cukup baik. Itupun saya mendapatkannya dari pasar loak di Senen dan Malang dengan harga yang sangat murah.

Papillon merupakan nama samaran dari Henry Charrier sendiri yang mengklaim bahwa ini adalah sebuah novel autobiografi. Meskipun banyak pihak yang menyatakan bahwa ini adalah cerita fiksi, buat saya bukan masalah. Membaca Papillon saya seperti membaca garis hidup manusia. Papilloan adalah prototype manusia yang pantang menyerah. Ia adalah contoh kongkret dari andagium “jatuh bangun”. Di satu waktu ia akan jatuh, tapi kemudian bangkit lagi. Jatuh, bangkit lagi. Jatuh lagi, bangkit lagi dan begitu seterusnya.


Minggu, 26 Juni 2011

Siapa Penulis favoritmu??

Sumber: Google













Menulis terkadang bisa menjadi pelarian. Dengan menulis, kita akan mengalami apa yang saya sebut sebagai “orgasme intelektual”. Saya percaya, dengan menulis kita akan mengenal diri kita sendiri.

Nah,,kali ini saya ingin bercerita tentang para penulis yang mampu menjadikan tulisannya sebagai senjata. “Word is our weapon”. Begitulah yang diteriakkan oleh Subcomandante Marcos, seorang penulis sekaligus pemimpin gerakan Zapatista di Latin Amerika.

Maka,,jika anda punya sedikit waktu luang, tak ada salahnya jika anda meneruskan membaca tulisan ini untuk mengetahui siapa para penulis itu yang telah berhasil membius para pembaca termasuk saya pada khususnya. Sengaja pada kiranya saya merangkum para penulis lokal kali ini, jika ada kesempatan tentu saya akan berbagi cerita tentang para penulis dari luar negri. Semoga saja.

1. Gola Gong
Gola Gong adalah sosok yang paling banyak memberikan inspirasi bagi saya. Ia tidak hanya mengagetkan saya dengan gaya berceritanya yang khas, tapi juga mengajarkan bagaimana kita menjalani hidup. Saya pertama kali membaca karyanya yang berjudul Balada Si Roy (BSR) sejak duduk di bangku SMP. Sejak saat itulah, sosok Roy yang fenomenal begitu merasuk hingga ke sukma. Gola Gong dan Roy adalah candu.
Gola Gong telah menelurkan puluhan karya. Namun yang menjadi legenda tentu saja BSR. Jika tidak percaya, segeralah pergi ke toko buku dan masukan novel tersebut kedalam keranjang belanjaan anda. Atau jika kalian sedang tidak punya uang, rasanya saya cukup berbaik hati untuk meminjamkannya.

2. Pramoedya Ananta Toer
“Anak muda yang paling merugi, adalah mereka yang tidak pernah membaca karya-karya Pram”. Saya menulis kalimat tersebut beberapa waktu lalu sebagai status facebook. Rasanya ungkapan tersebut sangat tepat. Membaca karya-karya Pram rasanya seperti merujak di siang bolong. Panas dan menggelora. Anda akan merasakan efek yang sangat berbeda ketika anda membaca karya penulis lainnya.
Wajar saja, Pram memang maestro sastra Indonesia. Satu-satunya pengarang pribumi yang berkali-kali menjadi nominator peraih hadiah nobel. Lewat karya-karyanya yang fenomenal seperti tetralogi buru, Pram menjadi sosok yang wajib diperbincangkan dalam kajian-kajian sastra.

3. ES. ITO
Es ITO pertama kali menggebrak jagat sastra nusantara pada tahun 2005 setelah menerbitkan sebuah novel thriller berjudul Negara Kelima. Tiga tahun kemudian, ia kembali hadir dengan novel yang tak kalah seru berjudul Rahasia Meede.
Membaca kedua karyanya tersebut, saya seperti membaca karya-karya Dan Brown pengarang novel Da Vinci Code itu, dalam versi Indonesia. Gaya berceritanya hampir mirip. Es Ito juga menghadirkan kejutan-kejutan tak terduga dalam setiap lembarnya.
Nah,,jika anda penggemar cerita-cerita intrik politik disertai ulasan-ulasan sejarah yang tidak biasa seperti novel-novel Dan Brown, rasanya kedua novel Es Ito akan mampu memuaskan anda.

4. Ayu Utami
Ayu Utami adalah pelopor sastra wangi yang kontroversial. Jika anda pernah membaca satu saja dari karya-karyanya, maka anda akan mafhum seperti apa jenis bacaan yang ditawarkan Ayu Utami.
Saman, Larung ataupun juga Bilangan Fu bagi saya merupakan bentuk alter ego Ayu Utami yang mencoba mendobrak pakem-pakem penulisan sastra. Ia datang dengan bahasa yang tidak biasa. Terkadang ia seperti sengaja menyerempet norma-norma namun lain waktu ia akan memasukkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan. Membaca Ayu Utami seperti menyaksikan remaja tanggung yang memasuki masa-masa puberitas. Penuh gejolak dan gairah yang menggelora.

5. Andrea Hirata
Sudahlah,,siapa tak kenal Andrea Hirata. Penulis kondang ini berhasil membuktikan bahwa meskipun pendatang baru, ia mampu menyihir masyarakat Indonesia untuk melahap habis karya-karyanya.

Senin, 06 Juni 2011

Membangun Kritisisme Mahasiswa


-->

Sumber: www.merdeka.com

Dalam dunia akademis, kita mengenal slogan agent of change yang disematkan kepada para mahasiswa. Slogan tersebut tentu bukan hanya kiasan kosong belaka. Sejarah mencatat perubahan sosial politik yang terjadi di negri ini, tak bisa dilepaskan dari peranan mahasiswa disetiap zaman.

Lengsernya Soekarno tahun 1965, peristiwa Malari tahun 1974 yang merupakan pukulan berat bagi pemerintahan Orde Baru hingga reformasi 1998 semuanya dimulai dari pergerakan mahasiswa.
Mahasiswa merupakan sekolompok elit terdidik yang jumlahnya masih menjadi minoritas di negri ini. Keluasan akses ilmu pengetahuan serta terbukanya jaringan membuat mahasiswa menjadi kelas menengah yang cukup menjanjikan.

Dalam sebuah negara yang sedang belajar berdemokrasi seperti Indonesia, mahasiswa menjadi benteng kokoh penjaga demokrasi. Tidak hanya sebagai calon kader di masa depan tapi juga sebagai oposisi non-partai yang bertugas menjaga keseimbangan kekuatan di pemerintahan. Mahasiswa berpotensi menjadi pressure group (kelompok penekan) bersama elemen masyarakat lain agar Indonesia tidak terjebak pada praktek politik kartel.

Dalam kajian komunikasi politik, kelompok penekan (pressure group) termasuk dalam infrastuktur politik bersama kelompok kepentingan (interest group), partai politik, media massa serta figur politik. Infrastuktur politik inilah yang mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap suprastuktur politik. Supratuktur politik yang sering juga disebut the governmental political sphere terdiri dari eksekutif, yudikatif dan legislatif (Heryanto, Gun Gun, 2010).

Pada prakteknya, pressure group memainkan peran yang sangat signifikan dalam sebuah negara demokrasi. Jika demokrasi diartikan sebagai “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” maka pressure group lah yang menjaga suara rakyat itu tetap didengar oleh mereka yang berada dalam lingkup kekuasaaan.

Oleh karena itu, membangun dan mengasah kritisisme mahasiswa merupakan pekerjaan yang sangat penting. Di era keterbukaan ini, jalan untuk melakukan hal itu tidaklah terlalu sulit. Jika di masa orde baru mahasiswa di kebiri dengan dilahirkannya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), maka sekarang tidak lagi ada.

Membangun basis-basis intelektual di kampus lewat kelompok-kelompok diskusi merupakan salah satu jalan. Pers mahasiswa yang dulu sering dibredel bisa dibangkitkan kembali. Apalagi saat ini sedang menjamur tren cyberdemokrasi

Mark Poster dalam bukunya Cyberdemokrasi: Internet and Public Sphere mengatakan bahwa dalam dunia maya, tidak ada subyek yang mendominasi sehingga bebas dari anasir-anasir kepentingan pragmatis. Saat media konvensional mulai didominasi oleh pemilik modal, dunia maya menyediakan ruang publik yang bebas nilai demi menjamin terjadinya proses dialektika.

Ditambah lagi dengan menjamurnya citizen jurnalismee, dimana berita dan pemberitaan juga bisa datang dari masyarakat sipil, proses pengawasan terhadap kinerja pemerintah lebih mudah dilakukan.

Maka, jika budaya hedonisme dan konsumerisme bisa diminimalisir, membangun fondasi intelektual mahasiswa secara kokoh sebagai proses awal kritisisme rasanya menjadi mudah dilakukan. Hal ini penting agar Indonesia tidak terjebak pada praktek politik kartel dimana kekuasaan hanya dinikmati sekelompok elit.